
AMBON, KABAR MALUKU.ID – Gubernur Maluku, Hendrik Lewerissa diminta untuk tidak menerapkan standar ganda dalam penertiban aktivitas Pertambangan Tanpa Izin (PETI) di wilayah Maluku. Sejumlah pihak menilai, langkah tegas gubernur terhadap PETI di Gunung Botak, Kabupaten Buru tidak diimbangi dengan tindakan serupa di lokasi pertambangan ilegal lainnya.
Pertambangan ilegal tidak hanya terjadi di Gunung Botak, namun juga di kawasan hutan petuanan Desa Luhu dan Desa Iha, Kecamatan Huamual, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB). Di wilayah ini, aktivitas tambang batu sinabar yang dikelola warga telah berlangsung selama puluhan tahun.
Pada tahun 2017, Pemerintah Kabupaten SBB bersama Polres SBB dan didukung perwakilan warga setempat sempat melakukan penertiban terhadap aktivitas tambang batu sinabar dan penjualan merkuri ilegal. Penertiban itu dilakukan sebagai tindak lanjut dari instruksi Presiden Joko Widodo tentang penghentian penggunaan merkuri di tambang rakyat.
Meski demikian, aktivitas tambang di wilayah tersebut hingga kini masih berlanjut. Bahkan, kerusakan lingkungan yang ditimbulkan kian parah, namun tidak ada lagi langkah penertiban lanjutan dari pemerintah.
Ismail Palahidu, salah satu pemuda SBB, mendesak Gubernur Maluku agar tidak hanya fokus pada Gunung Botak, tetapi juga mengambil tindakan tegas terhadap tambang ilegal di wilayah Huamual.
“Tambang tembaga juga ada masalah lingkungannya. Gunung yang tadinya hijau, asri, kini jadi gersang karena tanahnya sudah dikeruk. Tapi tidak pernah dilarang pemerintah dan dikosongkan,” ujar Ismail. Kamis (19/6).
Hal senada juga disampaikan tokoh pemuda Maluku Tenggara, Jefri Rentanubun. Ia menyoroti aktivitas pertambangan batu kapur di Desa Nerong dan Mataholat, Kei Besar, oleh PT Batulicin Beton Asphalt yang diduga tidak memiliki izin dan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
“Kenapa hanya Gunung Botak yang Gubernur keluarkan surat edaran pengosongan, sementara PT Batulicin tidak? Gubernur jangan menerapkan standar ganda. Tidak adil namanya,” tegas Rentanubun.
Penertiban Gunung Botak
Sebelumnya, Gubernur Maluku telah mengeluarkan surat nomor 500.10.2.3/1052 tertanggal 19 Juni 2025, yang ditujukan kepada Kapolda Maluku. Surat tersebut berisi instruksi untuk melakukan penertiban dan pengosongan wilayah pertambangan emas Gunung Botak dari aktivitas PETI.
Dalam surat itu, Gubernur menjelaskan bahwa penertiban ini bertujuan menjamin kepastian hukum dan iklim investasi yang sehat, serta untuk mendukung pelaksanaan kegiatan pertambangan rakyat yang legal dan berizin.
Surat Gubernur ini merujuk pada tiga regulasi utama, yakni:
-
Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2022 tentang Pendelegasian Pemberian Perizinan Berusaha di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara;
-
Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI Nomor 113.K/MB.01/MEM.B/2022 tentang Wilayah Pertambangan di Provinsi Maluku;
-
Keputusan Menteri ESDM RI Nomor 148.K/MB.01/MEM.B/2024 tentang Dokumen Pengelolaan Wilayah Pertambangan Rakyat di Provinsi Maluku.
“Maka berdasarkan hal-hal tersebut, Gubernur meminta kerja sama dan dukungan Polda Maluku untuk melakukan penertiban dan pengosongan wilayah pertambangan dari aktivitas PETI yang masih berlangsung hingga saat ini,” demikian kutipan isi surat tersebut.
Pernyataan dan kritik dari masyarakat menjadi sinyal penting bagi pemerintah provinsi agar lebih adil dan konsisten dalam menerapkan kebijakan penertiban tambang ilegal di seluruh wilayah Maluku.